Rabu, 03 September 2008

BENAR atau SALAHKAH AKU

Pilihan yang sangat sulit tentunya, dan itu berlaku bagi saya atau mungkin siapa saja ketika dihadapkan dengan pilihan yang sangat terbatas tersebut. Karena hanya ada dua pilihan, coba kalau lebih dari dua kan lebih enak milihnya, ya gak?. Sebagai contoh; anak yang harus milih ayah atau ibunya ketika orang tuanya bercerai (maaf-maaf ya bagi para brokenhome), memilih si cantik A atau si cantik B (maaf lagi ya, bagi para playboy yang Oo…Ooo kamu ketahuan), atau memilih jawaban A atau B pada waktu ujian, memilih pernyataan yang benar atau yang salah. Wah, bisa-bisa suwetressss dibuatnya.

Membayangkannya aja sulit, apa lagi sudah, sedang dan akan mengalaminya. Pokoknya gak kebayang dech. Klo saya mah, ampun DJ aja dech.

Tapi tenang aja, tulisan ini bukan untuk membahas atau mengajak pembaca untuk memikirkan hal tersebut di atas karena berat banget buat dipikirin. Lebih baik angkat beban aja, walaupun berat tapi kan otot bisa kencang dan berotot, he…he…he…

Tapi saya mencoba mengajak teman-teman semuanya untuk menengok hal berikut ini “munafikkah diriku?” (wah, tambah berat neh). Tapi gak apa-apa. Siapa tau dapat memberikan pandangan bagi kita semua khususnya bagi saya sendiri tentunya.

Munafikkah diriku atau dirinya? Pernahkah kita bertanya pada diri kita sendiri tentang pertanyaan seperti itu? Yang jelas, klo saya otomatis pernah donk, jauh sebelum tulisan ini diposting.

Pertanyaan ini selalu muncul seiring berjalannya waktu karena fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya. Baik ketika sedang merenung, belajar, berkumpul ataupun ketika sedang bermain sekalipun untuk menilai diri sendiri ataupun menilai orang lain.

Kita semua pasti pernah mengalami yang namanya diskusi (mengobrol) baik itu diskusi dalam lingkup terkecil sekalipun misalnya dengan sohib dekat atau dengan pacar misalnya (head-to-head). Ataupun diskusi dalam lingkup yang lebih besar misalnya, dalam lingkungan keluarga, kos-kosan, lingkungan kampus ataupun lingkup yang lainnya.

Yang secara otomatis tanpa disadari dalam lingkup yang seperti itu pasti ada pihak yang dominan dan resesif (kayak belajar biologi aja), em…. atau pihak yang lebih aktif dan pasif aja deh (gitu aja koq repot), nyari istilah kata pembanding aja susah ya.

Intinya, ketika kita diberikan atau memberikan saran, masukan, input atau apapun namanya yang pada intinya mencoba menyampaikan atau mengajari sesuatu dengan bahasa-bahasa yang ilmiah, bahasa-bahasa gaul, bahasa-bahasa agama, atau bahasa-bahasa apaun namanya yang kita atau orang lain anggap bahwa hal tersebut yang terbaik. Dan yang lebih parah lagi, apakah kita pernah berfikir sebelumnya ketika kita harus menceramahi apalagi memvonis orang lain bahwa cara atau jalan berfikir atau bertindak yang di ambil adalah jalan yang salah? Selanjutnya pertanyaan yang muncul dibenak kita terutama saya adalah : Apakah kata-kata yang diucapkan buat orang lain tersebut sudah dijalankan dan berlaku buat dirinya? (kayak undang-undang aja pake kata berlaku sagala).

Karena kebanyakan dalam pergaulan hidup yang saya jalani sampai dewasa ini ada contoh-contoh kasus seperti hal tersebut di atas. Dan terkadang dapat membuat orang menjadi “gondok” karenanya. Istilahnya, selalu ada aja pihak yang pingin menggurui orang lain yang seolah-olah ingin berkata (ini lho yang benar), sementara bisa dikatakan bahwa apa yang dikatakan belum tentu dimengerti dan dilaksanakan oleh dirinya. Banyak bukan kejadian seperti itu?

Dan dalam kasus ini saya lebih memberikan “2 thumbs up” bagi orang gila karena kepolosannya yang jauh dari kemunafikan dalam kehidupan yang penuh “kasih sayang” ini yang seolah pingin berkata “Peduli tai ama itu semua”.? So, Munafikkah diriku atau dirinya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar